PENGERTIAN, DESAIN DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sesungguhnya memiliki peran yang sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni dalam upaya menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar
untuk setiap manusia, karena melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh
terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh pada kemampuan masyarakat.
Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap
dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu negara. Pendidikan tidak hanya
berperan besar dalam kemajuan bangsa, melainkan juga berkaitan dengan pasar
bebas yang semakin kompetitif, pendidikan hendaknya dipandang dapat
mengakomodir masyarakat agar suatu negara memiliki manusiamanusia yang
berkualitas. Melalui pendidikan dapat menciptakan tenaga kerja yang tidak hanya
kaya akan pengetahuan teoritis melainkan juga praktis, penguasaan teknologi,
dan memiliki keahlian khusus. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar evaluasi
dan peningkatan pendidikan di setiap negara secara berkesinambungan.
Di era persaingan dunia yang semakin tajam, bangsa Indonesia dituntut
untuk dapat mencapai keunggulan menuju tingkat produktivitas nasional yang
tinggi. Agar dapat memenangkan persaingan tersebut setiap masyarakat harus
menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi (Iptek) dan keterampilan serta
keahlian professional yang dibutuhkan untuk memacu peningkatan nilai tambah
berbagai sektor industri dan pemerataan ekonomi secara berkelanjutan. Penekanan
yang amat kuat terhadap pengembangan sumber daya manusia, sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945 yakni pendidikan berorientasi pada upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang
sangat besar untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain di dunia.
Sesungguhnya di Indonesia, secara konseptual pembangunan pendidikan
tampaknya ditautkan secara erat dengan pembangunan ekonomi. Di dalam Undang-undang
No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, pembangunan pendidikan tidak
hanya dikaitkan secara erat dengan pembangunan ekonomi, melainkan juga dengan tantangan
globalisasi. Disebutkan disini bahwa pada awal abad XXI, dunia pendidikan di
Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat krisis
ekonomi, dunia pendidikan dituntutuntuk mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan
yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia
pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang kompeten agar
mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya
otonomi daerah, sistem pendidikan nasional dituntut untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan
yang demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta
didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Sejarah menunjukkan
bahwa faktor yang paling menentukan keberhasilan suatu bangsa bukan kekayaan
alam yang dimilikinya, melainkan kualitas sumber daya manusianya. Negara-negara
yang kuat dalam kualitas sumber daya manusianya muncul sebagai negara unggul
meskipun mungkin hanya Dimensi Mutu Pendidikan memiliki
sumberdaya alam yang sangat terbatas. Melihat sedemikian penting peranan
pendidikan, kemunculan pendidikan luar sekolah
dapatdipandang sebagai salah satu upaya pemerintahuntuk meningkatkan taraf
pendidikan penduduk di berbagai
negara, termasuk di Indonesia.
Perbaikan dari segi penghasilan, produktivitas,
kesehatan dan partisipasi. Pada banyak hal pendidikan luar sekolah dirasakan
sebagai sebuah formula yang sangat ideal serta lebih memihak masyarakat dibandingkan
dengan pendidikan formal. Namun demikian pendidikan luar sekolah merupakan
bagian dari sistem pendidikan yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan
pendidikan formal apalagi dalam konteks pendidikan sepanjang hayat.
Tantangan dunia pendidikan (termasuk pendidikan luar
sekolah) antara lain perlu meningkatkan nilai tambah. Suasana ketidakpastian
dalam ekonomi dunia dewasa ini yang ditandai dengan resesi dunia yang
berkepanjangan, menuntut kemampuan bangsa Indonesia tidak bisa menyandarkan lagi
terhadap sumber daya alam, tetapi pilihan satu-satunya ialah meningkatkan nilai
tambah produk-produk industri dengan mendayagunakan keterampilan dan keahlian
dalam berbagai bidang. Berdasarkan hal tersebut, maka tantangan bagi bangsa
Indonesia ialah meningkatkan nilai tambah dalam rangka meningkatkan
produktivitas nasional dan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya memelihara dan
meningkatkan pembangunan berkelanjutan. Orientasi nilai tambah yang akan
meningkatkan
keunggulan kompetitif bangsa Indonesia hanya dapat
dicapai dengan keunggulan kualitas sumber daya manusia dalam menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tepat guna. mengatur
tentang pemberian kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam wujud otonomi daerah. Pada pasal 11 UU no. 22 tahun 1999 mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan yaitu pekerjaan umum, kesehatan, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertambangan, koperasi, tenaga kerja serta pendidikan dan kebudayaan. Peningkatan mutu pendidikan selama ini belum sesuai dengan harapan karena disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya dalah strategi pembangunan pendidikan yang lebih bersifat “ input oriented” dan bersifat “macro oriented” yang cenderung diatur oleh birokrasi ditingkat pusat Institusi pendidikan masih mengandalkan pola manajemen lama yang dianggap kurang efektif dan efisien sehingga
hasilnya kurang maksimal, seharusnya dikembangkan pola manajemen pada kepuasan pelanggan, artinya bahwa
mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui penerapan manajemen mutu atau total quality
management. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di setiap daerah melalui otonomi
pendidikan dengan pendekatan yang jelas, terarah, serta berhasil guna, maka diperlukan
penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam otonomi pendidikan. Berdasarkan
uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimanakah
strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan pada era otonomi pendidikan ?
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang menjadi peran utama dalam mutu terpada pendidikan?
2.
Dimensi
apa saja yang melatarbelakangi mutu terpadi?.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian mutu pendidikan
Pengertian mutu dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu
ditentukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan
kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia
yang terdidik sesuai standar ideal. Sedangkan berdasarkan kriteria ekstrinsik,
pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih.
Adapun dalam arti deksriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya
misalnya hasil tes prestasi belajar.
Dengan demikian, mutu pendidikan
adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan
efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikanpembelajaran tertentu.[1]
MMT Menurut Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana,ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing
melalui perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan. MMT
Sebuah konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen mutu kelas dunia.[2]
B.
Komponen mutu pendidikan
Komponen yang terkait dengan mutu
pendidikan adalah pertama, kesiapan dan motivasi siswa. Kedua, kemampuan guru
profesional[3]
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi
(pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pada Bab IV Pasal 10 ayat 91), yang menyatakan bahwa ”Kompetensi
guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional ya diperoleh melalui pendidikan profesi”.[4]dan
kerjasama dalam organisasi sekolah. Ketiga, kurikulum meliputi relevansi isi
dan operasional proses pembelajarannya. Keempat, sarana dan prasarana meliputi
kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran. Kelima,
partisipasi masyarakat (orang tua, pengguna lulusan dan perguruan tinggi) dalam
pengembangan programprogram pendidikan sekolah.[5]
C.
Pendekatan mutu pendidikan
Pendekatan yang perlu diperhatikan
dalam peningkatan mutu pendidikan yaitu pertama, perbaikan secara
terus-menerus (continuous improvement). Konsep ini mengandung pengertian
bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan
secara terusmenerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan
telah mencapai standar mutu yang telah ditetapkan. Konsep ini senantiasa
memperbaharui proses pendidikan berdasarkan kebutuhan dan tuntutan pelanggan.
Jika tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka pihak pengelola institusi
pendidikan dengan sendirinya akan merubah mutu, serta selalu memperbaharui
komponen produksi atau komponen-komponen yang ada dalam institusi pendidikan. continuous
improvement dalam peroses dan hasil harus merupakan sasaran organisasi atau
perusahaan yang bersifat permanen[6]. Perbaikan,
terutama dalam sistem kualitas meliputi dua kereteria, yaitu hasil yang secara
terus-menerus meningkat dan biaya yang secara terus-menerus menurun dan
berdasarkan teori Edward Deming, peroses harus menjadi setabil sebelum diadakan
perbaikan. Kedua kereteria ini memerlukan data pada hasil, biaya setabil
peroses,dan kemampuan peroses.[7]
Kedua, menentukan standar mutu (quality assurance). Paham ini
digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari semua komponen yang
bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan institusi pendidikan.
Standar mutu pendidikan misalnya dapat berupa pemilikan atau akuisisi kemampuan
dasar pada masing-masing bidang pembelajaran, dan sesuai jenjang pendidikan
yang ditempuh. Selain itu, pihak manajemen juga harus menentukan standar mutu
materi kurikulum dan standar evaluasi yang akan dijadikan sebagai alat untuk
mencapai standar kemampuan dasar. Standar mutu proses pembelajaran harus pula
ditetapkan, dalam arti bahwa pihak manajemen perlu menetapkan standar mutu
proses pembelajaran yang diharapkan dapat berdaya guna untuk mengoptimalkan
proses produksi dan untuk melahirkan produk yang sesuai, yaitu yang menguasai
standar mutu pendidikan berupa penguasaan standar kemampuan dasar. Pembelajaran
yang dimaksud sekurangkurangnya memenuhi karakteristik; menggunakan pendekatan
pembelajaran
pelajar aktif (student active learning), pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif, pembelajaran konstruktif, dan pembelajaran tuntas (master
learning).
Ketiga, perubahan kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan
membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan
mutu sebagai orientasi semua komponen organisasi. Jika manajemen ini
ditetapkan di institusi pendidikan, maka pihak pimpinan harus berusaha
membangun kesadaran para anggotanya, mulai dari pemimpin, staf,
guru, siswa, dan berbagai unsur terkait, seperti pemimpin yayasan, orang
tua, dan para pengguna lulusan
pendidikan akan pentingnya mempertahankan dan meningkatkan mutu
pembelajaran, baik mutu hasil maupun proses pembelajaran.
Keempat, perubahan organisasi (upsidedown organization).
Jika visi dan misi, serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami
perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi.
Perubahan organisasi ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan
sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja
struktur organisasi dan pengawasan dalam organisasi. Perubahan ini menyangkut
perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab. Misalnya, dalam kerangka
manajemen berbasis sekolah, struktur organisasi dapat berubah terbalik
dibandingkan struktur konvensional. Jika dalam struktur konvensional berturut-turut
dari atas ke bawah; senior manager, middle manager, teacher dan support staff;
sedangkan struktur yang baru, berupa struktur organisasi layanan dari atas
kebawah berturut-turut; learner, team, teacher and support, staff,
dan leader.
Kelima, mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping close to the
costumer). Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan pelanggan,
maka perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi sangat
penting. Dan inilah yang dikembangkan dalam unit public relations. Berbagai
informasi antara organisasi pedidikan dan pelanggan harus terus-menerus
dipertukarkan, agar institusi pendidikan senantiasa dapat melakukan
perubahan-perubahan atau improvisasi yang diperlukan, terutama berdasarkan
perubahan sifat dan pola tuntutan serta kebutuhan pelanggan. Bukan hanya itu,
pelanggan juga
diperkenankan melakukan kunjungan, pengamatan, penilaian dan
pemberian masukan kepada institusi pendidikan. Semua masukan itu selanjutnya
akan diolah dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu proses dan
hasil-hasil pembelajaran. Dan yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam
manajemen berbasis sekolah, guru dan staf justru dipandang sebagai pelanggan
internal, sedangkan pelajar, termasuk orang tua pelajar dan masyarakat umum,
termasuk pelanggan eksternal. Maka, pelanggan baik internal maupun eksternal
harus dapat terpusatkan melalui interval kretaif pimpinan institusi pendidikan.[8]
Menurut Waterman. Semua orang yang ingin mempertahankan keberadaanya harus
berobsesi pada mutu.[9]
D.
Penerapan prinsip good governance
Prinsip-prinsip asuhan/bimbingan /
penyuluhan yang baik dan benar (good governance) dapat diterapkan
melalui beberapa hal :
a)
Akuntabilitas
(adanya rasa tanggung jawab)
b)
Keterbukaan
(transparansi)
c)
Membuka
peran serta semua pihak (partisipasi)
d)
Kesederajatan/kesetaraan
(equality)
e)
Kepekaan/kesegaran
merespon (responsiveness) terhadap semua tuntutan pelayanan/pelaksanaan yang
wajib dan rasional.
f)
Pentaatan/pelaksanaan
hukum (rule of law)
g)
Efisiensi
dan efektifitas dalam menentukan setiap pekerjaan.
h)
Visi
strategik/memandang jauh ke depan dalam hal-hal yang paling strategik dan
menentukan.
i)
Profesionalisme
dalam melakukan semua pekerjaan.
j) Entrepreneurship
dalam setiap melakukan pekerjaan secara kreatif, berani memikul risiko yang tak
dapat diasuransikan, siap menghadapi perubahan dan memandang jauh ke depan.
k) Budaya
organisasi terdiri dari prinsip menjunjung nilai-nilai organisasi pemerintahan
daerah, lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan dan seluruh aparatur
penyelenggara otonom daerah/otonom pendidikan, sebgai wadah pengembangan
nilai-nilai kebersamaan, koordinasi dan keterpaduan kerja; kepedulian terhadap
visi, misi, tujuan, fungsi, arah, strategi, kebijakan dan program-program yang
sudah menjadi keputusan bersama.
l) Budaya
kerja mencermati seluruh uraian, wewenang, dan tanggung jawab secara tepat
waktu, tepat perilaku, tepat orang, tepat jabatan (the right man in the
right place), tepat sasaran, tepat anggaran.
E.
Penerapan aspek efisiensi internail pendidikan
Upaya untuk meningkatkan efisiensi internal pendidikan mengharuskan
para manajer otonomi pendidikan memfokuskan perhatiannya pada tiga hal:
a. Faktor input pendidikan
b. Faktor proses pendidikan
c. Faktor output pendidikan
Dari ketiga faktor efisiensi
internal pendidikan tersebut maka faktor-faktor tersebut yang meliputi
Unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur
SDM berupa jumlah dan mutu guru, pelatih, instruktur dan semua orang yang
berfungsi sebagai fasilitator pendidikan.
2.
Unsur
mutu dan peran serta stake holders pendidikan (peserta didik, siswa,
orang tua, peran serta masyarakat).
3.
Unsur
pendanaan/pembiayaan pendidikan yang memungkinkan semua program pendidikan di
lembaga pendidikan/ sekolah dapat berlangsung.
4.
Unsur
prasarana dan sarana (tanah, bangunan gedung, perpustakaan sekolah,
laboratotium, pusat sumber belajar).
5.
Unsur
teknologi yang diterapkan dan deprogram serta dimiliki oleh lembaga pendidikan
seperti: sarana computer, media pembelajaran, orientasi guru terhadap penerapan
teknologi.
6. Unsur
kurikulum/program pendidikan berikut seluruh agenda dan program pendidikan dan
pembelajaran yang diberlakukan di lembaga pendidikan.
7.
Unsur
lingkungan lembaga pendidikan baik lingkungan alam (gunung, bukit, lembah,
pantai, pedalaman, hutan, persawahan, pertambakan, dsb).
8.
Unsur
reputasi dan prestasi lembaga pendidikan yang memicu dan mendorong semangat
belajar para siswa dan masyarakat sekitarnya.
9.
Unsur
waktu belajar dan pembelajaran yang sesuai dengan rancangan kurikulum dan
agenda/program pembelajaran.[10]
F.
Penerapan Aspek efisiensi eksternal pendidikan
Aspek ini juga sangat menentukan pencapaian mutu pendidikan yang
meliputi faktor-faktor sebagi berikut:
a. Faktor manfaat/kegunaan (benefit) output pendidikan
b. Faktor dampak atau pengaruh (impact) hasil pendidikan
Faktor manfaat hasil pendidikan
terdiri dari beberapa unsur yaitu :
1.
Manfaat
bagi stake holders pendidikan (peserta didik, orang tua, masyarakat, dunia
usaha, pengguna lulusan pendidikan.
2.
Manfaat
bagi dunia kerja dan pasar kerja dalam memenuhi SDM yang siap pakai, kompeten,
dan bermutu.
3.
Manfaat
bagi lembaga pendidikan sebagai bukti pencapaian reputasi yang positif selaku
lembaga penghasil SDM yang bermutu.
4.
Manfaat
bagi daerah/wilayah dengan tersedianya SDM yang lebih terdidik (better well
educated human resources) Faktor dampak hasil lulusan adalah segala betuk,
dampak, pengaruh, dan konsekuensi output lulusan lembaga pendidikan terhadap:
1) Kehidupan sosial masyarakat
2) Kehidupan kultural
3) Kehidupan ekonomi
4) Kehidupan politik lokal/nasional
5) Kehidupan keamanan/ketentraman masyarakat[11]
G. Dimensi Mutu Pendidikan
Dalam bentuk diagramtis dimensi mutu pendidikan digambarkan sebagai
berikut:
Source: EFA Global Monitoring Report 2005,
UNESCO, page. 36. Berdasarkan diagram tersebut, tampak bahwa setidaknya ada
lima dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan.
1.
karakteristik
pembelajar (learner characteristics)
Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah masukan
kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production function theory),
yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar belakangnya, seperti
pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk belajar (perseverance),
kesiapan untuk bersekolah (school readiness), pengetahuan siap sebelum masuk
sekolah (prior knowledge), dan hambatan untuk pembelajaran (barriers to
learning) terutama bagi anak luar biasa. Banyak factor latar belakang peserta
didik yang sangat mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia
sekolah yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik
yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga pecah (broken home), kesehatan
lingkungan, pola asuh anak usia dini, dan faktor-faktor lain-lainnya. Dimensi
ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu pendidikan.
2.
pengupayaan masukan
(enabling inputs)
Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu pendidikan yang
dihasilkan, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya fisikal. Guru atau
pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lain menjadi sumber
daya manusia (human resources) yang akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa
(outcomes). Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan nyaman dan
aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan
bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat
diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan juga
kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran dan
kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai infrastruktur
fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata, mutu SDM yang
tersedia di sekolah dan mutu fasilitas sekolah merupakan dua macam masukan yang
sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
3.
proses belajar-mengajar
(teaching and learning)
Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box)
masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama
pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta didik,
pendidik, dan kurikulum. Tanpa peserta didik, siapa yang akan diajar? Tanpa
pendidik, siapa yang akan mengajar, dan tanpa kurikulum, bahan apa yang akan
diajarkan? Oleh karena itu mutu proses belajar mengajar, atau mutu interaksi
edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi faktor yang amat berpengaruh
terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses belajar-mengajar dipengaruhi oleh:
(1) lama waktu belajar, (2) metode mengajar yang digunakan, (3) penilaian,
umpan balik, bentuk penghargaan bagi peserta didik, dan (4) jumlah peserta
didik dalam satu kelas.
Ruang kelas di Indonesia sangat kering dengan media dan alat peraga.
Pakar pendidikan, Dr. Arif Rahman, M.Pd. sering menyebutkan bahwa ruang kelas kita
ibarat menjadi penjara bagi anak-anak. Jika diumumkan ada rapat dewan pendidik,
dalam arti tidak ada kelas, maka bersoraklah para siswa, ibarat keluar dari
pintu penjara tersebut. Sesungguhnya, di sinilah kelemahan terbesar pendidikan
di negeri ini. Proses belajar mengajar di ruang kelas kita sangat kering dari
penggunaan teknik penguatan (reinforcement), kering dari penggunaan media dan
alat peraga yang menyenangkan. Dampaknya, dapat diterka, yaitu hasil belajar
yang belum memenuhi standar mutu yang ditentukan. Sentral permasalahan lemahnya
proses belajar mengajar di dalam kelas ini, sebenarnya sudah diketahui, yakni
kualifikasi dan kompetensi guru. Setengah guru kita belum memenuhi standar
kualifikasi. Apalagi dengan standar kompetensinya. Timbullah istilah ‘guru tak
layak’. Belum lagi dengan masalah kesejahteraannya. Ada pendapat yang
menyatakan bahwa semua masalah bersumber dari masalah kesejahteraan. Memang,
kesejahteraan guru menjadi salah satu syarat agar guru dapat disebut sebagai
profesi, selain (1) memerlukan keahlian, (2) keahlian itu diperoleh dari proses
pendidikan dan pelatihan, (3) keahlian itu diperlukan masyarakat, (4) punya
organisasi profesi, (5) keahlian yang dimiliki dibayar dengan gaji yang memadai
(Suparlan, 2006).
4.
hasil belajar (outcomes)
Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di sini
memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut. Pihak dunia usaha
dan industri (DUDI) mengharapkan lulusan yang siap pakai. Pendidikan kejuruan
dipacu agar dapat memenuhi harapan ini. Sedang pihak praktisi pendidikan pada
umumnya cukup berharap lulusan yang siap latih. Alasannya, agar DUDI dapat
memberikan peran lebih besar lagi dalam
memberikan pelatihan.
Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan
lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy), dan
kecakapan hidup (life skills) Ini memang pasti.
Selain itu, peserta didik harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial
(emotional dan social intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan
masyarakat. Terkait dengan berbagai macam kecerdasan, Howard Gardner menegaskan
bahwa “satu-satunya sumbangan paling
penting untuk perkembangan anak adalah membantunya untuk menemukan
bidang yang paling cocok dengan bakatnya” (Daniel Goleman, 2002: 49, dalam
Suparlan, 2004: 39). Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai
dengan potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan
tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang diperlukan
untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan kepribadian bangsa. Dalam
perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal dengan istilah 3H (head, heart,
hand). Tokoh pendidikan dari Minang mengingatkan bahwa “Dari pohon rambutan
jangan diminta berbuah mangga, tapi jadikanlah setiap pohon mangga itu
menghasilkan buah mangga yang manis” (Muhammad Sjafei, INS). Semua itu pada
dadarnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional “…. berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
5.
konteks (contexts) atau
lingkungan (environments)
Keempat dimensi yang
telah dijelaskan tersebut saling pengaruh-mempengaruhi dengan konteks
(contexts) atau lingkungan (environments) yang meliputi berbagai aspek alam,
sosial, ekonomi, dan budaya, sebagai berikut:
·
Economics and labour
market conditions in the community atau kondisi pasar ekonomi dan pasar dalam
masyarakat.
·
Socio-cultural and
religious factors atau faktor religius dan sosip-kultural.
·
Educational knowledge
and support infrastructure atau pengetahuan dan infrastruktur yang mendukung
dunia pendidikan.
·
PUBLIC RESOURCES
AVAILABLE FOR EDUCATION atau ketersediaan sumber-sumber masyarakat untuk
pendidikan.
·
Competitiveness of the
teaching profession on the labour market atau daya saing profesi mengajar pada
pasar tenaga kerja.
·
National governance and
management strategies atau strategi manajemen dan tata kelola pemerintahan.
·
Philosophical
standpoint of teacher and learner atau pandangan filosofis guru dan peserta
didik.
·
Peer effects atau
pengaruh teman sebaya.
·
PARENTAL SUPPORT atau
dukungan orangtua atau keluarga.
·
Time available for
schooling and home works atau ketersediaan waktu untuk sekolah dan PR.
·
National standards atau
standar-standar nasional.
·
PUBLIC EXPECTATIONS
atau harapan masyarakat.
·
Labour market demands
permintaan pasar tenaga kerja.
H. Perbedaan Organisasi Mutu Dengan Organisasi Biasa.[13]
NO
|
Organisasi Mutu
|
Organisasi Biasa
|
1
|
Fokus pada
pelanggan
|
Fokus pada
kebutuhan internal
|
2
|
Fokus pada
pencegahan masalah
|
Fokus pada
penditeksian masalah
|
3
|
Investasi
pada manusia
|
Pendekatan
Pengembangan staf tidak sistematis
|
4
|
Memiliki
sterategi mutu
|
Tertutup
terhadap visi dan strategi mutu
|
5
|
Memperlakukan
keluhan sebagai peluang untuk belajar
|
Memperlakukan
keluhan sebagai suatu yang dipelihara
|
6
|
Memiliki
definisi karakteristrik mutu bagi semua wilayah organisisi
|
Sasam-sama
tentang setandar mutu
|
7
|
Memiliki
kebijakan dan rencana mutu
|
Tidak
memiliki rencana mutu
|
8
|
Peroses
peningkatan melibatkan semua orang
|
Hanya tim
manajemen yang terlibat
|
9
|
Manajemen
senior adalah pengarah mutu
|
Peran
manajemen sebagai satu kontrol
|
10
|
Fasilitator
mutu mengarahkan perosese peningkatan
|
Tida ada
fasilitator mutu
|
11
|
Anggota
tampak mewujudkan mutu kereatip
dikembangkan
|
Prosedur
dan aturan semuanya penting
|
12
|
Peran dan
tanggung jawab jelas
|
Peran dan
tanggungjawab samar-samar
|
13
|
Memiliki
strategi penilayan yang jelas
|
Tidak
memiliki seterategis penilaian yang sistematis
|
14
|
Memandang
mutu sebagai makna untuk meningkatkan kepuasan pelangan
|
Memandang
mutu sebagai makna mengurangi harapan
|
15
|
Jangka
panjang
|
Jangka
pendek
|
16
|
Mutu
dipandang sebagai bagian budaya
|
Memandang
mutu sebagai salah satu insentif yang menyulitkan
|
17
|
Pengembangan
mutu dalam garis (batas) strategi bersama sebagai suatu yang penting (suatu
perintah)
|
Pengujian
mutu memenuhi tuntutan agensi eksternal
|
18
|
Mempunyai
misi khusus
|
Tidak
memiliki misi khususu
|
BAB III
KESIPULAN
Dari beberapa pendekatan yang telah diuraikan
pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang merupakan
upaya yang perlu dilakukan dalam mengelola institusi untuk peningkatan mutu pendidikan
di setiap daerah dan wilayah di seluruh Republik Indonesia : 1. Upaya
pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kelembagaan dengan berpedoman kepada 8
tema dan prinsip good govermance yang menjadi kaidah yang normative untuk
merealisasikan seluruh program desentralisasi dan otonomi daerah khususnya
bidang pendidikan. 2. Upaya penerapan aspek efisiensi internal pendidikan
dengan fokus : input, proses dan output. 3. Upaya penerapan aspek eksternal pendidikan
dengan memperhatikan faktor manfaat dan dampak dari hasil pendidikan. 4. Upaya
merealisasikan komponen dan prinsip-prinsip yang terkait dengan peningkatan
mutu pendidikan. 5. Upaya memperhatikan pendekatanpendekatan dalam peningkatan
mutu pendidikan.
Berdasarkan uraian 1) mutu pendidikan memiliki lima dimensi yang saling
terkait, (2) lima dimensi mutu pendidikan pada hakikatnya juga merupakan
faktor-faktor yang membentuk sekolah efektif, (3) sekolah yang efektif, dengan
kata lain, dapat disebut sebagai sekolah yang bermutu, (3) dukungan orangtua
dan masyarakat terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan disalurkan melalui
wadah lembaga sosial yang kini dikenal dengan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
Daftar Pustaka
Prof Dr.
Husaini Usman, Manajemen Teori, Peraktik dan Riset Pendidikan, (Bumi
Aksara: Jakarta, 2011)
Marsus
Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI
ERA OTONOMI PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
Dr. Ali
Mudlofir, Pendidikan Profesional (Rajawali Pres ) BAB 5
Dorothea Wahyu
Ariani, Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif, (Ghalia
Indonesia: Jakarta, 2003) P 27
[1]
Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN
MUTU DI ERA OTONOMI PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail:
marsusayuti@yahoo.com
[2]
Prof Dr. Husaini Usman, Manajemen Teori, Peraktik dan Riset Pendidikan,
(Bumi Aksara: Jakarta, 2011)p,567
[3] Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI ERA OTONOMI
PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
[4]
Dr. Ali Mudlofir, Pendidikan Profesional (Rajawali Pres ) BAB 5
[5] Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI ERA OTONOMI
PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
[6] Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI ERA OTONOMI
PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
[7] Dorothea Wahyu
Ariani, Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif, (Ghalia
Indonesia: Jakarta, 2003) P 27
[8] Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI ERA OTONOMI
PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
[9]
Prof Dr. Husaini Usman, Manajemen Teori, Peraktik dan Riset Pendidikan,
(Bumi Aksara: Jakarta, 2011)p,569
[10] Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI ERA OTONOMI
PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
[11] Marsus Suti, STRATEGI PENINGKATAN MUTU DI ERA OTONOMI
PENDIDIKAN, Dosen Fakultas Teknik UNM e-mail: marsusayuti@yahoo.com
[13]
Prof Dr. Husaini Usman, Manajemen Teori, Peraktik dan Riset Pendidikan,
(Bumi Aksara: Jakarta, 2011)p,585
Komentar
Posting Komentar