Proposal judul skripsi bahasa dan sastra arab


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah mukjizat  Islam yang kekal, kemukjizatanya selalu dipertahankan   dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur,an diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad s a w. Untuk mengeluarkan manusia dari tempat yang gelap menuju jalan yang terang, serta membingbing mereka kejalan yang lurus. Rasullah menyampaikan  Al-Qur’an itu kepada para sahabatnya sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka . Apabila mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami seuatu hukum atau ayat , mereka menanyakannya langsung kepada rasulullaah saw.
  Al- Qur’an pada masa Rasulullah masih dalam keadaan dihapal oleh para sahabat, kemudian pada masa kekhalifahan  Abu bakar dan Umar r.a  yang pada masi itu ada pengumpulan Al-Quran. Tetapi hal itu belum sampai terbentuk Mushaf. Kemudian datang masa kekehalifahan Usman pada masa inilah Al-Quran terlaksana untuk dimushafkan. Mushaf itu disebut Mushaf imam ( Mushaf Usmani) yaitu yang dinisbatkan kepada Usman. Salinan-salinan mushaf itu juga dikirim ke berbagai provinsi, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil  Al-Qur’an. Kemudian datang masa kekehalifahan Ali r.a.  Dan atas perintahnya , Abu Aswad ad-Du’ali meletakan kaidah-kaidah Nahu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada Al-Qur’an. Ini juga dianggap sebagail permulaan ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Al-Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda di antara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karna adanya perbedaan lama tidaknya mereka bersama Rasulullah saw. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-muridnya para tabi’in.[1] Karena adanya hal demikian maka bermunculan  Ihtilaf ilmu-ilmu Al-Qur’an. Contohnya : Ilmu Nahu dan Qir’at. Ilmu Nahua adalah ilmu yang mempelajari sektuktur bahasa arab baik dari segi  sktuktur dalam kalimat dan harakat akhir baik berupa I’rab maupun bina[2]. Dan Ilmu Qira’at adalah ilmu yang membahas tatacara membaca Al-Quran baik yang sama maupen secara berbeda yang disandarkan kepada orang yang memindahkanya.[3]
Ilmu Nahu dan Al-Quran merupakan satu ikatan yang tidak dapat dipisahkan begitu juga dengan ilmu Qira’at, bukan berari Al-Quran tida sempurna melainkan kitalah yang tida mampu untuk memahami Al-Quran  secara mendalam tanpa adanya bantuan dari keilmuan itu dan yang lainnya. Ilmu nahu berpungsi untuk membantu mengetahu harokatnya secara tepat. Sedangkan ilmu qira’at lebih kepada pengucapan dan pelafalannya sesuai dengan apa yang disampaikan  para sahabat.
 Seiring berjalanya waktu  Sehingga terajilah sebuah Ihtilaf para ulama Qira’at dari sebagian ayat  mengenai bacaan dan pelafalan  Al-Qur’an yang menimbulkan  Alira Qira,at diantaranya ada Qira’at Tujuh, dan sepuluh.  Yang dimaksud dengan Qiraat tujuh ( Qira’at  As-Saba ) yaitu, Qira’at yang terdiri dari tujuh Imam yaitu: Imam Nafi Al-Mahdi, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnu Amir, Hamzah, Asim, dan Al-Qisai. Sedangkan Qira’at Sepuluh ( Qira’at Al-Asyar) yaitu, Qira’at yang terdiri dari sepuluh imam, di antaranya: Dari Imam Qira’at tujuh ditambah tiga imam lagi, yaitu:Abu Ja’far al-Madaniy, Yakub Al-Bashriy dan Khalaf.  Walaupun ada perbedaan Qira’at bukan berarti setiap ayat Al-Qur’an mengalami perbedaan qir’at. Tetapi hanya sebagian kecil saja dari ayat-ayat Al-Qur’an yang yang lebih dari 6000 ayat.
 Di antara  ayat-ayat yang mengalami perbedaan Qira’at Contohnya: Surat Thaahaa  [20] ayat 112( (وَمنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّلِحَتِ وَهوَ مُؤْ مِنً  فَلَا يَخَافُ ظُلْما وّلَا هَضْمًا Pada lafad” فَلَا يَخَا فُ  Ibnu Katsir membaca huruf , Fa ’ dengan Sukun  dan menbuang alif setelah kha(فَلاَ يَخَفْ)[4]. Huruf ف dalam kalmat tersebut Hurf Ataf  لا Huruf Nahi dan  يَخَفْ Fi’il Mudhari . Dan  Imam yang lainnya membaca  فَلَا يَخَافُ)). Huruf ف dalam kalimat  tesebut  Hurf Ataf,  لا Huruf Nafi dan lafad يَخَافُ   Fi’il Mudhari. Dalam bentuk I’rob tentu hal ini akan mengalami perbedaan yang pertama dengan Sukun dan yang kedua dengan dhmmah. Contoh lain yang berpengaruh terhadap penerjemahan  dalam surat Thaahaa [20] ayat 81  كُلُوْ مِنْ طَيِّبَاتِ مَارَزَقْناكُمْ... “Makanlah Reziki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu”.Pada lafad [5]مارزقْناكم , Hamzah Al- Kufiy dan Al- Kisa’i Membaca dengan huruf ta berbaris dhammah  tanpa alif  مارَزَقْتُكُمْ (Yang telah saya berikan Kepadamu). Imam lain Membaca dengan huruf nun berbaris fath diikuti alif  مارَزَقْنَاكُم( Yang telah kami berikan kepadamu ). Maka  perlu diadakannya penelitian mengenai ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan Qira’at Sepuluh, dikarnakan Qir’at Sepuluh lebih banyak imamnya di bandinggkan qira’at seba. Dalam hal ini otomatis perbedaan qira’at pun lebih banyak   mengalami perbedaan bacaan atau pelafalan   yang mempengaruhi I’rab dan Terjemah dalam Al-Qur’an.
Penelitian ini akan dilakukan pada surat Thaahaa. Dikarnakan surat Thaahaa banyak mengalami pendapat mengenai jumlah ayat ada yang berpendapa berjumlah135,140 bahkan ada pula yang menyatakan 142 ayat.[6] Dan Surat Thaahaa merupakan salasatu surat dari sebelas surat di mana Warsy dan Abu Amr meberikan taqlil secara berbeda dengan taqlil pada tempat-tempat lainnya (Menyalahi aturan taqlil). Sangatlah perlu diadakan penelitian mengenai Ikhtilaf Qira’at dalam surat Thaahaa.
B.     RUMUSAN MASALAH
Secara umum yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah mencari dan menganalisis perbedaan harakat dalam ilmu Qira’at Al-Asyar yang mempengaruhi perubahan I’rab dan Terjemahnya ke dalam Bahasa Indonesia dalam Al-Qur’an yang telah mengalami ikhtilaf dari berbagai macam bacaan Qira’at. Ada secara khusus rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.   
Bagaimana pengaruh perbedaan bacaan Qira’at  Al-Asyar terhadap I’rab dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan bacaan Qira’at Al-Asyar terhadap Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Indonesia?

C.  TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan data mengenai pengaruh perbedaan bacaan Qira’at Al-Asyar terhadap I’rab dan Penerjemahan Bahasa Indonesia dalam Al-Qur’an Mushaf Al-Bantani. Adapun secara khusus tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Memaparkan pengaruh perbedaan bacaan Qira’at terhadap I’rab dalam Al-Qur’an.
2.       Memaparkan pengaruh perbedaan bacaan Qira’at terhadap Penerjemahan Al-Qur’an kedalam Bahasa Indonesia. 

D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun  manfaat  penulisan  yang  diajukan  ada  dua,  yaitu  manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menarik peneliti yang lain untuk mengkaji  lebih dalam  tentang  pengaruh perbedaan Qiraat atau bacaan Al-Qur’an terhadap I’rab dan Penerjemahan dalam Al-Qur’an yang  belum terungkap dalam penelitian ini.  Selain  itu,  kajian  ini diharapkan  dapat memberikan sumbangan yang berharga dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya bidang kajian ilmu Al-Quran..
2. Manfaat Praktis
Dari sisi praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan oleh para pengguna bahasa Arab khususnya bagi para pembelajar bahasa Arab agar lebih memperdalam ilmu Al-Qur’an, khususnya dalam kajian ilmu Qira’at, I’rab, dan Terjamah.

E. KERANGKA TEORI                
          Penilitian ini mengkaji berbagai ilmu Qira’at atau macam-macam bacaan Qira’at dalam Al-Qur’an. Untuk itu, sebagai landasan teoritis kajian ini, akan dipaparkan kajian-kajian teoritis dan praktis yang berkaitan dengan tema penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini.

1. Ilmu Qira’at atau Macam-macam Bacaan Al-Qur’an
Ilmu Qira’at atau bacaan Al-Qur’an baru dianggap sah apabila memenuhi keriteria persyaratan, yaitu 1) harus mempunyai sanad yang mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari guru-guru yang dipercaya, tidak ada cacat, dan bersambung sampai kepada Rasulullah s a w. 2) harus cocok dengan Rasm Usmani, dan 3) harus cocok dengan kaidah tata bahasa arab.
            Setelah melalui penelitian dan pengujian terhadap Qira’at Al-Qur’an yang banyak beredar, ternyata yang memenuhi syarat mutawatir menurut kesepakatan para ulama Al-Qur’an ada tujuh (sab’) bacaan yang dikuasai dan dipopulerkan oleh tujuh imam Qira’at. Inilah yang kemudian dikenal dengan Qira’at Sab’[7].Tetapi para ulama juga bersepakat bahwa ada tiga imam lagi yang Mutawatir maka jadilah Qira’at  Al-Asyar ( Sepuluh)
Adapun ketujuh imam Qira’at, yang masing-masing disertai dengan dua orang perawi adalah sebagai berikut:
1.      Nafi’ Nama lengkapnya (Nafi bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim). perawi imam Nafi’ ialah:
a.       Qalun (Abu Musa Isa bin Mina)
b.      Warsy (Usman bin Said Al-Misri)
2.      Ibnu Kasir, (Abu Mu’bad Abdillah bin Kasir Al-Maliki) perawinya ialah:
a.       Al-Bazzi (Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Abu Bazzah.
b.      Qunbul (Muhamad bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Makhzumi.
3.      Abu Amr, (Zabbah bin Al-Ala bin Ammar) perawinya ialah:
a.       Ad-Duri (Abu Umar hafs bin Umar).
b.      As-Susi (Abu Syu’aib Salih bin Ziyad As-Susi)
4.      Ibnu ‘Amir, (Abdullah bin Amir Al-Yahsabi) perawinya ialah:
a.       Hisyam (Hisyam bin Ammar Ad-Dimasqi)
b.      Ibnu Zakwan (Abu Amir Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Zakwan Ad-Dimasqi)
5.      ‘Asim, (Abu Bakar bin Abun Najub Al-Asadi) Perawinya ialah:
a.       Syu’bah (Abu Bakar Syu’bah bin Ayyasy bin Salim Al-Asadi)
b.      Hafs (Abu Amr Hafs bin Sulaiman bin Al-Mugirah)
6.      Hamzah, (Hamzah bin Hubaid Az-Zayyat) perawinya ialah:
a.       Khalaf (Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam Al-Bazzaz)
b.      Khallad (Abu Isa Khallad bin Khalid As-Sairafi)
7.      Al-Qisai, (Abu Hasan Ali bin Hamzah Al-Kisa’i) perawinya ialah:
a.       Abu al-Haris (Al-Lais bin Khalid Al-Baghdadi).
b.      Ad-Duri (telah dijelaskan sebagai perawi dari Abu Amr’)[8]
Di samping tujuh imam Qira’at tersebut, para ulama juga memilih tiga orang imam lagi yang Qira’atnya benar dan mutawatir, yaitu Abu Ja’far, Yaqub, dan Khalaf. Mereka bersam tujuh imam di atas berjumlah sepuluh, dan biasa disebut Qira’at Al-Asyar rawi sebagaimana imam tujuh, dan berikut:
1.      Abu Ja’far, (Yazid bin Al-Qada) perawinya ialah:
a.       Ibnu Wirdan (Abu Musa Isa bin Wirdan Al-Madani)
b.      Ibnu Zammaz (Abur Rabi’ Sulaiman bin Muslim bin Jammaz)
2.      Ya’qub, (Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq Al-Hadrami) perawinya ialah:
a.       Rauh (Abu Hasan Rauh bin Abdul Mu’min bin Ubdah bin Muslim Al-Hazali An-Nahwi)
b.      Ruwais (Abu Abdullah Muhammad bin Al-Mutawakkil Al-Lulu’i Al-Basri)
3.      Khalaf, (telah disebut sebagai perawi imam Hamzah) perawinya ialah:
a.       Ishaq (Abu Ya’kub Ishaq bin Ibrahim bin Usman bin Abdullah Al-Marwizi)
b.      Idris (Abul Hasan Idris bin Abdul Karim Al-Haddad Al-Baghdad)
Bahkan ada beberapa Imam lagi para ulama memasukan dalam Imam Qiraat sehingga dikatakan dengan qiraat empat belas. Qiarat yang sepuluh ditambah lagi empat imam qiraat
1.      Al-Hasan Al-Bashriy
a.       Syjai
b.      Al-Duri
2.      Muhammad Bin Abd ar- Rahman dikenal dengan (Ibn Muhaishan)
a.       Al-Bajii
b.      Abu Hasan
3.      Yahya Al-Mubarak Al-Yazidiy
a.       Sulaiman
b.      Ahmad
4.      Abu Al-Farj Muhammad bin Ahmad Al-Syambudziy
a.       Al-Hasan Bin Saiid
b.      Abu Al-Farji[9]

Perlu diketahui bahwa bacaan suatu lafaz Al-Qur’an bila dinisbatkan kepada seorang imam Qira’at, maka ia dinamkan “Qiraat”. Dan karena yang disebutkan imam Qiraatnya, maka berarti bahwa bacaan  kedua perawi tidak ada ikhtilaf, yakni bacaan kedua perawinya itu sama. Sebaliknya, bila suatu bacaan Al-Qur’an dinisbatkan kepada perawinya, mak dinamakan “Riwayat”, dan ini berarti bahwa dalam bacaan lafaz tersebut pasti ada ikhtilaf antara kedua perawi dari imam Qiraat itu.
            Sebagai contoh, lafaz لايحلّ dalam surat Thaahaa,  Al Baqun membacanya dengan huruf ya. Sedangkan Abu Amr membacanya dengan huruf ta.
            Contoh lain lafaz رزقتكم  dalam surat Tha>ha> [20] ayat 81 Qiraat atau bacaan imam Hamzah dan Al-Kisai membaca dengan huruf ta dengan dibaca dhammah tanpa alif’ sedangkan Al-Baqun membaca dengan hurup nun berbaris fathah diikuti alif رزقناكم
            Dalam membaca Al-Qur’an atau dalam Mushaf Al-Qur’an, seringkali dipergunakan istilah “Riwayat” maupun “Qiraat” misalnya, umat islam di Indonesia, Malaysia, Bruney Darusalam, dan Singapura membaca Al-Qur’an dengan bacaan “Riwayat Hafs dari Imam Asim”. Atau dapat dikatakan pula bahwa mereka membaca Al-Qur’an dengan bacaan “Qiraat Asim Riwayat Hafs”.[10]

2.      Pengertian I’rab
I’rab adalah perubahan diakhir kalimat karna perbedaan amil , perbedaan secara Lafazh atau Taqdiri. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Sebagian mengatakan sebangsa lafazi> (لفظي) dan sebagian yang lain mengatakan sebangsa makna (تقديرا).[11]
Perbedaanya: kalau I’rab lafazh, yang dimaksud adalah Bentuk  harakat, huruf, sukun atau membuang huruf. Sedangkan i’rab Taqdiri, yang dimaksud yaitu perubahan atau perpindahan i’rab dari tingkahnya saja tanpa ada perubahan dari segi bentuk lafaz atau pun harakatnya.[12]
I’rab dibagi menjadi empat. 1. I’rab Rafa’ 2. Nashab 3. Jar 4. Jazm. I’rab yang dimiliki kalimah isim hanya rafa’, nashab, dan jar, sedangkan i’rab jazm tidak bisa masuk padanya. Adapun i’rab yang dimiliki kalimah fi’il hanya rafa’. Nashab dan jazm, sedangkan i’rab khafadh/jar tidak bisa masuk padanya.
I’rab jar dikhususkan untuk kalimah isim, sedangkan i’rab jazm di khususkan untuk kalimat fi’il. Karena menurut ulama nahwu kalimah isim dihukumi sebagai kalimah yang ringan sebab dilalahnya cuma satu yaitu hadast (pekerjaan/sifat/kata benda) saja, sedangkan fiil dihukumi i’rab jar sebagai harakat yang paling berat karena dilalahnya dua yaitu hadast (pekerjaan) dan zaman/waktu. Dan orang arab menghumi i’rab jazm sebagai harakat paling berat, dan menghukumi i’rab jazm sebagai harakat paling ringan. Dengan demikian agar terjadi keseimbangan, maka kalimah yang berat diberi i’rab yang ringan (fiil di beri i’rab jazm), sedangkan kalimah yang ringan diberi i’rab yang berat (isim diberi i’rab jar).[13]
Contoh boleh memasuki isim:
            قام زيدٌ =. Jaed telah berdiri (dalam keadaan rafa’)
            ضرب زيد عمرً= Jaed telah memukul Umar. (dalam keadaan nashan)
            مررت بزيدٍ = Saya bertemu dengan Jaed (dalam keadaan khafa/ljar)
Contoh boleh masuk fi’il:
            يفتحُ = dia membuka. (dalam keadaan rafa’)
            لَنْ يفتحَ = dia tidak akan dapat membuka. (dalam keadaan nashab)
            لَمْ يفتحْ = dia tidak dapat membuka. (dalam keadaan jazm).

3.      Pengertian Terjemah
Terjemah adalah proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu ( Bahasa Sumber) menuju evakualen yang sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya dalam bahasa yang lain (Bahasa Sasaran). Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa penerjemahan adalah pemindahan pesan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran[14].
Al-Qur’an adalah Kalamullah  yang menggunakan bahasa arab dan sekaligus  pedoman umat islam. Maka, suatu hal yang urgensi untuk menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa yang bisa dipahami oleh setiap pemilik bahasa (Bahasa Sasaran), karena intinya al-Qur’an diturunkan adalah untuk dipahami kandungan ayatnya. Untuk itu, istilah menerjemahan al-Qur’an memiliki beberapa pengertia, diantaranya:
a.       Terjemah harfiyah ( Literal translation) adalah terjemahan yang memperhatikan peniruan teks asli dalam hal jumlah kosa-kata susunan dan urutanya. Terjemahan ini mirip dengan penyusunan kata-kata menurut padanannya  dalam bahasa lain.
b.      Terjemah ma’nawiyah atau tafsiriyah.( Kontekstual) adalah menjelaskan teks beserta maknanya dengan menggunakan bahasa lain, dengan memperhatikan kesesuayan makna dan tujuan dari terjemahan dengan teks dalam  bahasa sumber, serta tetap memperhatikan independensi terjemahan dari teks asli seolah-olah itunterjemahan dari teks aslinya.[15]

Contoh, firman Allah:                                    
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً إِلىَ عُنُقِكَ وَ لاَ تَبْسُطْهَا كُلُّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal. (al-Isra’/17:29)
            Tejemahan di atas disebut terjemahan harfiyah, yakni larangan Allah mengikatkan tangan ke leher atau membukanya lebar-lebar, sesuai dengan teksnya. Akan tetapi, bilamana kita terjemahkan:
Dan janganlah kamu kikir dan janganlah pula kamu terlalu pemurah.
            Maka terjemah ini disebut terjemah tafsiriyah, karena tidak sesuai dengan teks aslinya. Akan tetapi, itulah yang dikehendaki oleh ayat. Jadi pada penerjemahan harfiyah yang dipentingkan adalah ketepatan segi bahasa, sedangkan pada tafsiriyah yang diperhatikan adalah ketepatan dari segi makna.
            Umumnya, kedua cara ini digabungkan sehingga sasaran penerjemah  yakni ketepatan bahasa dan makna tercapai. Dengan kata lain, ayat-ayat diterjemahan dahulu menurut apa adanya, lalu untuk terjemahan tafsiriyah (bila ada) ditempatkan pada catatan kaki. Begitulah sistem yang ditempuh oleh kebanyakan penerjemah kita, termasuk terjemah Al-qur’an yang dikerjakan oleh Departemen Agama.[16]
           
F. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian Yang akan dilakukan adalah termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Pada penelitian kualitatif dimungkinkan menggunakan beberapa metode untuk penelitian dengan latar alamiah agar tujuan penelitian dapat dicapai. Penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan beberapa model, seperti setudi kasus, biografi, fenomenalogi, analisis teks, etnografi, dan seterusnya. Dengan kata lain, penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian dengan paradigma pos-positivism, bertujuan menafsirkan objek yang diteliti, dengan menggunakan berbagai metode dan dilaksanakan dengan latar alamiah. Jelas, peranan penelitian menjadi sangat penting, yaitu untuk membuat suatu deskripsi tebal tentang fenomena yang sesuai dengan konteks. Menurut hemat penulis, di dalam fenomena yang diteliti terdapat unsur pembentukanya, yaitu partisipan, peristiwa, latar dan waktu.[17]
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian library research atau yang biasa dinamakan dengan riset pustaka. Dalam riset pustaka, peneliti memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Tegasnya, riset pustaka membatasi kegiatannya  hanya  pada  bahan-bahan  koleksi perpustakaan  saja  tanpa memerlukan  riset  lapangan.[18]

1. Jenis Data
            Data yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Adapun data primer dalam pembahasan yang digunakan peneliti adalah Al-Qur’an sedangkan data sekunder adalah sebagai bahan pelengkap acuan dari sumber primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah sejumlah kitab dan buku yang berkaitan dengan objek penelitian, baik itu kitab dan buku yang dicetak maupun berbentuk digital.

2. Fokus Penelitian   
            Dalam mempertajam penelitian, penelitian kualitatif menetapkan fokus.Fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domainyang terkait dari situasi sosial ( Lapangan)[19]  Dalam penelitian ini, peneliti berusaha fokus  memahami, megkaji, dan menelaah pengaruh perbedaan bacaan Qira’at Al-Asyar didalam Al-Qur’an mulai dari Surat Thaahaa atau gambarannya serta objek kajiannya menuju tercapainya suatu penetian.

4. Teknik Analisis Data
            Dalam hal ini peneliti kualitatif , teknik analisis data lebih banyak bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan dalam pengumpulan kualitatif adalah tahapan memasuki lapangan dengan grond tour  dan minitour question ,  analisis datanya dengan analisis domain. Tahapak kedua adalah menentukan fokus. Teknik pengumpulan data dengan  minitour question , analisis data dilakukan dengan analisis taksonomi. Selanjutnya pada tahapan selection . pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan sektuktural analisis data dengan analisis komponensial. [20]

5. Teknik Penulisan
            Penelitian ini dalam teknik penulisannya berpedoman pada :
a.       Pedoman penulisan karya ilmiah IAIN Sultan maulana Hasanudin Banten tahun 2015-2016 M.
b.      Pedoman pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Terjemahnya, dengan mengutif dari aplikasi Al-Qur’an in World,  Al-Qur’an Terjemah Mushaf Al-Bantani dan Departemen Agama RI tahun 2014  M.

G. KAJIAN PUSTAKA
            Dari berbagai skripsi yang telah ditemukan, peneliti yang meneliti tentang Ilmu Qiraat Al-Qur’an antara lain:
1.      Judul Penelitian : Pengaruh Perbedaan Qira’at Tujuh didalam I’rab dan penerjemahnya kedalam bahasa Indonesia dalam Al-Quran Surat Al-Bakarah (Skripsi : Khairul Farih, NIM : 133600183 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Ushuluddin IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten). Di dalam Skripsi ini adalah untuk mengetahui perubahan I’rab dan penerjemahanya  terhadap terhadap Al-Quran Hapes. Jenis penelitian ini studi pustaka, dengan mengumpulkan data liteter. Setelah data terkumpul dilakukan analisis dengan metode diskripsi.
Adapun letak perbedaan dengan judul yang saya bahas, tentang pengaruh perbedaan bacaan Qira’at Asyar terhadap I’rab dan Terjemah Al-Qur’an kedalam bahasa indonesia, Dari segi jenis Qira’at dan jenis objek Kajianya.
2.      Judul Penelitian : Perbedaan Qira’at dan penagaruhnya Terhadap Penafsiran Al-Qur’an : Studi Qira’ah Sab’ah Pada Kitab Tafsir Al-Misbah Karya Muhammad Quraish Shihab (Thesis: Nasrulloh, Muhammad Alaika, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya).[21]

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
            Dalam pembahasan penelitian ini, penulis merumuskan sistematika pembahasan dan membaginya dalam lima bab, dimana dalam setiap babnya mempunyai perana pembahasan mengenai topik tertentu sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
B.     RUMUSAN MASALAH
C.     TUJUAN PENELITIAN
D.    MANFAAT PENELITIAN
E.     KERANGKA TEORI
F.      METODE PENELITIAN
G.    KAJIAN PUSTAKA
H.    SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB II TEORI QIRA’AT Al-ASYAR
A.    Menegnal Ilmu Qira’at Al-Asyar
B.     Macam-Macam Qira’at
C.     Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Qira’at
D.    Syarat-syarat  atau Rukun-rukun Bacaan yang benar
E.     Perbedaan Antara Qira’at, Riwayat, Thariq dan Wajah
F.      Imam Sepeluh dan Rawi-rawinya.
BAB III. AL-QUR’AN, I’RAB, DAN TERJEMAH
A.    Pembahasan Tentang Al-Qur’an
B.     Pembahasan Tentang I’rab
C.     Pembahasan Tentang Terjemah
BAB IV. PEMBAHASAN RAGAM QIRA’AT AL-ASYAR TERHADAP I’RAB DAN TERJEMAH AL-QUR’AN
A.    Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Mengalami Perbedaan Bacaan Qira’at Al-Asyar dan Yang Mempengaruhi I’rab dan Terjemah Al-Qur’an.
B.      Pengaruh Perbedaan Qira’at Asyar Terhadap I’rab dan Terjemah Al-Qur’an.
BAB V. PENUTUP
A.    SIMPULAN
B.     SARAN



[1] Mann’a> Khali>l al-Qatta>n Maba>his fi> Ulu>mul Al-Qur’an ,. ( Syari Al-jumhuriyah Abidin Al-Qhirah) p7.
[2] Ahmad Jaenal Dahlan.  Mukhtasar Jidan, ( Al-Hidayah, Surabaya) p 2
[3] Muhsin Salim. Ilmu Qira’at Tujuh, (yayasan Tadris Al-Qur’ani yatqi , Jakarta, 2008) Jilid 2. Cet.2, p. 20
[4] Al-Hafid Abu Khair Muhammad Bin Muhammad Ad- Damsyki , Anasyer fi> Qira’a<>til Al-Asyar.(Al- Ma’had Isla>miyah, Cidahu Pandeglang Banten), Jilid 2. P 322
[5] Muhsin Salim. Ilmu Qira’at Tujuh, (yayasan Tadris Al-Qur’ani yatqi , Jakarta, 2008)  jilid 2 Cet.2, p. 17
[6] Syekh Nawawi> Al-Bantani,. Tafsi~~~~>r Muni>r. (Surabaya). Jilid 2, P. 15
[7] Ahmad Fatoni, Kaidah Qiraat Tujuh ..., p.6.
 
[8] Muhamad Abas.  Jamiul Al-Qawa>id . Jilid 2. P 2-3  
[9] Muhamad Abas.  Jamiul Al-Qawa>id . Jilid 2. P 3  
[10] Ahmad Fatoni, Kaidah Qiraat Tujuh ..., p.10-12.
[11] Saidi Ahmad Al-Hasim, Qawa>idul Al-Asa>siyah Lughatul Al-Arabiyah ( DAR AL-GHAD AL-GADEED 2009)p 35
[12]  Saidi Ahmad, Qawa>idul Al-Asa>siyah Lughatul  Al-Arabiyah ,p 35

[13] Ahmad Jaeni Dahlan Syarah Mukhtasar Jidan ( Surabaya, Al-Hidayah )p, 6.
[14] Moch. Syarif  Hidayatullah, Tarjim Al-An. ( Dikar, 2009). P 11
[15]  Zaki Ghufron , Lalu Turjiman Ahmad.tarjamah ( IAIN SMH BANTEN 2014) p 4-6

[16] Departemen Agama RI, Mukadimah AL-Qur’an dan Tafsirnya..., p.31-34.  
[17] Muhamad, Metodologi Penelitian Bahasa, (Jogjakarta: AR-RUZZMEDIA,2016)P 30
[18] Mestika zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008), p.1.
[19] Sugiyono , Metode penelitian Kombinasi, (Bandung : Alfabeta, 2014) p, 288
[20] Sugiyono , Metode Penelitian Kombinasi, p.383
[21]  Kehairul Farih.Pengaruh Perbedaan  Bacaan Kiraat Tujuh dalam Iraban dan penerjemahan kedalam bahasa Indonesia  Dalam Al-Quran ( IAIN Sultan Maulana hasanudin Banten )2017

Komentar

Postingan Populer