Makalah Seterategi Pembelajaran Orang Dewasa
BAB I
Pendahuluan
Ada sebuah pepatah mengatakan belajara di waktu dewasa ibarat
mengukir diatas air belajar di waktu kecil ibarat mengukir diatas batu. Makanya
dalam hal ini islam menegaskan manusia untuk menuntut ilmu itu merupakan sebuah
kewajiban yang di wajibkan semenjak kita
lahir sampai dikebumikanya jasad kita. Betapa besarnya persepsi islam dalam
menjalankan sebuah pendidikan , lantas bageimana seterategi yang meski kita
lakukan dalam menunaikan kewajiban. Walau pun islam tak Menuntut akan hasil dari
sebuah perjalanan menimba ilmu, biar bagaimanapun setiap orang yang menimba
ilmu pasti ingin mendapatkan buah daripada perjuanganya tersebut.
Hal ini mungkin bagi
sebagian orang memerlukan sebuah seterategi guna mempermudah pemahaman bagi
setiap orang yang menimba sebuah ilmu, baik ilmu pengetahuan fisik atau
nonfisikal. Apalagi kita sebagai umat beragama memiliki dua maca tatana ilmu
yang meski kita pelajari tanpa terkecuali, baik anak-anak maupun sudah dewasa.
Mungkin bagi anak-anak menuntut ilu bias sambil bermain dikarnakan masih
terbentngnya waktu yang panjang, tapi bagia orang yang sudah dewas itu sebuah
momok yang sangat serius, apalagi di waktu kecilnya tidak maksimal mendapatkan
sebuah pengajaran dan pendidikan.
Demi mempermudah sebuah pengajaran dan pendidikan terutama bagia
orang dewas diperlukanya sebuah setrategi yang pastinya berbeda dengan setategi
pengajaran kanak-kanak. Lantas seterategi apa yang meski kita terapkan demi
terjalinya sebuah pendidkan yang mampu menghasilkan manusia yang berkarakter
kuat yang mapu mengangkat harkat bangsa, mewujudkan manusia yang merdeka
sebagaimana di ungkapkan Ki Hajar Dewantoro, yaitu manusia yang utuh, merdeka
dan kehidupan lahir batinnya tida bergantung pada orang lain, bersandar atas
kekuatan sendiri.
BAB II
Pembahasan
Pengertian Seterategi
Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan
dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat
diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to
achieves a particular educational goal. Strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran
merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun
untuk mencapai tujuan tertenu. Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran.[1]
Mengkaji pendapat Joyce dan Weil, strategi
pembelajaran sering disamakan pemahamannya dengan istilah model pembelajaran,
yang menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas mengajar. Joyce dan Weil, mempertegas kembali
konsepnya tentang pemahaman model, dinyatakan bahwa model menyiratkan sesuatu
yang lebih besar daripada strategi, metode atau taktik tertentu, lebih lanjut
dinyatakan bahwa konsep model berfungsi sebagai alat komunikasi yang penting
bagi guru. Penggunaan model tertentu membantu guru mencapai tujuan tertentu, tetapi
bukan untuk tujuan lain.[2]
Ciri-ciri Seterategi
Seperti diuraikan pada bagian
terdahulu, model pembelajaran dibuat dan disusun dengan maksud dan tujuan tertentu,
untuk mencapai tujuan tertentu pula. Oleh sebab itu, sebuah model memiliki
karakteristik masingmasing. Dalam membuat sebuah model pembelajaran pada ahli
didasarkan pada landasan teorinya masing-masing. Sebagai sebuah model
pembelajaran terdapat beberapa ciri sebagai berikut:
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari ahli
tertentu. Model tersebut berguna untuk mengembangkan penalaran menurut
cara-cara ilmiah, misalnya Model Pembelajaran Penelitian Kelompok, yang disusun
oleh Herbart Thelen didasarkan atas teori John Dewey. Model ini memiliki tujuan
khusus dalam perancangannya yaitu untuk melatih partisipasi dalam kelompok
secara demokratis.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan kemampuan proses berpikir induktif
siswa, yang tidak dapat optimal ditingkatkan melalui model lainnya.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk memperbaiki proses belajar
mengajar di kelas. Misalnya model synectics disusun oleh William Gordon.
Model ini dirancang untuk memperbaiki kreativitas siswa dalam pengajaran
mengarang.
d. Memiliki perangkat bagian model yaitu:
1) Urutan langkah-langkah implementasi pembelajaran, yaitu
tahap-tahap apa yang harus dilakukan secara berurutan oleh guru kalau mereka ingin
mengimplementasikan model tersebut dalam pembelajaran.
2) Prinsip reaksi, yaitu pola perilaku guru dalam memberikan reaksi
terhadap perilaku siswa dalam belajar. Prinsip ini melukiskan cara guru
memandang dan mereaksi perilaku siswa.
3) Sistem sosial, yaitu pola interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan
siswa lainnya pada saat proses pembelajaran dilakukan. Bentuk pola hubungan ini
tergambar dari model yang akan digunakan.
4) Sistem pendukung, yaitu apa saja yang diperlukan untuk
mendukung implementasi model dalam
proses pembelajaran, agar proses pembelajaran dengan menggunakan model tersebut
efektif dan efisien.
e. Memiliki dampak pengiring sebagai akibat penerapan model
tersebut dalam proses pembelajaran. Misalnya model problem solving,
apakah setelah penerapan model ini dalam pembelajaran akan memberikan dampak terhadap
kemandirian siswa dalam memecahkan masalah dikemudian hari.[3]
Seterategi
Belajar
Sretategi
belajar berpangkal pada pandangan hakikat manusia, yaitu hakikat manusia
menurut pandangan john locke yaitu manusia merupakan organisme yang pasif.
Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa
kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandnagan ini
muncul aliran belajar behavioristik-elementeristik.
Sedangkan menurut Leibnitz pandangan
mengenai hakikat manusia adalah organism yang aktif. Manusia merupakan sumber
daripada semua kegiatan. Pada dasarnya manusia bebas untuk berbuat, manusia
bebas untuk membuat pilihan dalam setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini
adalah kesadarannya sendiri.[4]
Konsep Dasar
Strategi Pembelajaran
Konsep dasar strategi belajar
mengajar ini meliputi hal-hal: (1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan perilaku pebelajar; (2) menentukan pilihan berkenaan dengan
pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan
teknik belajar mengajar; dan (3) norma dan kriteria keberhasilan kegiatan
belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi bias diartikan sebagai pola-pola
umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Newman dan Mogan strategi dasar
setiap usaha meliputi empat masalah masing-masing adalah sebagai berikut.
1. Pengidentifikasian dan penetapan spesifiakasi dan kualifikasi
hasil yang
harus dicapai dan menjadi sasaran
usaha tersebut dengan mempertimbangkan
aspirasi masyarakat yang
memerlukannya.
2. Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk
mencapai
sasaran.
3. Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak
awal
sampai
akhir.
4. Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan
digunakan
untuk
menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.[5]
Strategi Pembelajaran Dalam Perspektif Islam
Menurut Abudin Nata, secara esensial
Strategi pendidikan (Islam) basisnya paling tidak terdiri dari tiga unsur
pokok; yakni pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan. Ketiga unsur ini
akan membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen tersebut,
maka hilanglah hakikat dari pendidikan Islam. Oleh karena dalam memberikan
pendidikan dari guru kepada murid atau dari pendidik kepada peserta didik
memerlukan sebuah materi untuk mencapai tujuan, maka menurut penulis materi
juga merupakan komponen inti dalam pendidikan Islam. Dari situ, ketika
komponen-komponen pendidikan yang lain seperti ruang/ gedung, peralatan, kursi/
meja tidak ada, pendidikan Islam akan tetap bisa dilaksanakan asalkan komponen
inti (guru, murid, tujuan, dan materi) sudah terpenuhi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
maka langkah yang harus ditempuh dalam menetapkan strategi pembelajaran adalah
berkaitan dengan cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat
dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu
persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang akan digunakan dalam
memecahkan suatu kasus,[6]
Pentingnya Strategi Mengajar
Pencapaian tujuan pembelajaran
sangat tergantung pada variabel-variabel
dalam proses pembelajaran itu sendiri. Banyak ahli mengemukakan
tentang variabel proses pembelajaran seperti yang diungkapkan oleh Nyoman
Sudana
Degeng ,yang mengklasifikasikan variabel-variabel sebagai komponen utama
yaitu: tujuan, pilihan tindakan dan kendala. Glaser , mengemukakan tentang
empat komponen dalam proses pembelajaran adalah analisis bidang studi,
diagnosis kemampuan awal siswa, proses-proses pengajaran dan pengukuran hasil
belajar. Sedangkan Reigeluth, merumuskan landasan pengembangan suatu teori pengajaran
atas empat variabel yaitu kondisi pengajaran, bidang studi, strategi
pengajaran, dan hasil pengajaran.
Penggunaan strategi mengajar yang
tepat sangat penting untuk diperhatikan, oleh karena itu strategi mengajar yang
digunakan untuk pencapaian tujuan instruksional pengajaran tertentu harus dapat
menumbuhkan daya tarik bagi si belajar. Karena dengan daya tarik yang tinggi
pada saat penyampaian bahan pengajaran menyebabkan siswa ingin mempelajari
bidang studi dengan intensitas minat dan perhatian yang tinggi. Tingginya
intensitas minat, perhatian dan motivasi ini merupakan pra kondisi bagi
pencapaian tujuan pembelajaran secara lebih optimal. Hal ini pada dasarnya
merupakan tanggung jawab pengajaran, dan merupakan suatu indikator kualitas
proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang pengajar.[7]
Metode Pembelajaran Orang Dewasa
melakukan perubahan paradigma dalam peroses belajar dari model
behaviorisme e model konstrukktivisme dengan langkah-langkah: (1) mengubah cara
belaja dar model warisan menjadi cara belajar pemecahan masalah, (2) hapalan ke
dialog, (3) pasif ke heurisitis, (4)
memiliki kemenjadian, (5) mekanisme ke kereatifan, (6) sterategi menguasi
materi sebanyak-banyaknya menjadi menguasai metodologi yang kuat, (7) memandang
dan menerima ilmu sebagai hasil final yang mapan, dan (8) fungsi pendidikan
bukan hanya mengasah dan mengembangkan akal tapi mengolah dan mengembangkan
hati (moral) dan keterampilan.[8]
Pengertian
Pendidikan Orang Dewasa ( POD )
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul “The
Adult Learner, Aneglected Species “ mengungkapkan teori belajar yang tepat
bagi orang dewasa. Sejak saat itulah
istilah “ Andragogi “ makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya
para ahli pendidikan.
Pendidikan
orang dewasa atau dengan istilah lain Andragogi berasal dari bahasa
Yunani dari kata aner artinya orang dewasa, dan agogos artinya
memimpin. Maka secara harfiah andragogi berarti seni dalam
mengajar orang dewasa, berlawanan dengan paedagogi yang berati
seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena pengertian pedagogi adalah seni atau
pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak, maka apabila
menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa
jelas tidak tepat, karena mengandung makna bertentangan. Pada awalnya,
bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pelatihan
yang ditunjukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan
dengan cara-cara pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang
berlaku bagi pendidikan anak di anggap dapat diberlakukan bagi kegiatan
pelatihan bagi orang dewasa.[9]
Karakteristik
Pembelajaran Orang Dewasa
Orang dewasa dalam belajar mempunyai ciri atau
karakteristik berbeda dengan anak –anak antara lain karakteristiknya sebagai
berikut:
1.
Pembelajaran lebih mengarah ke suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah
dari bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri
sendiri, dan memerlukan pengarahan diri walaupun dalam keadaan tertentu mereka
bersifat tergantung.
2.
Karena prinsip utama adalah memperoleh pemahaman dan kematangan diri untuk bisa
survive, maka pembelajaran yang lebih utama menggunakan eksperimen,
diskusi, pemecahan masalah, latihan, simulasi dan praktek lapangan.
3.
Orang dewasa akan siap belajar jika materi latihanya sesuai dengan apa yang ia
rasakan sangat penting dalam memecahkan masalah kehidupanya, oleh karena itu
menciptakan kondisi belajar, alat-alat, serta prosedur akan menjadikan orang
dewasa siap belajar. Dengan kata lain program belajar harus disusun sesuai dengan
kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan penyajian harus
disesuaikan dengan kesiapan peserta didik
4.
Pengembangan kemampuan di orientasikan belajar terpusat kepada kegiatanya.
Dengan kata lain cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa
atau penampilan yang bagaimana yang diharapkan ada pada peserta didik.[10]
Model Pendidikan Karakter
Usia Dewasa (Perguruan Tinggi)
Model pendidikan karakter pada
jenjang usia dewasa diperoleh dari hasil penelitian Syukri Fahtudin, yang
berjudul: “Pembentukan kultur akhlak mulia melalui pembelajaran pendidikan
agama Islam dengan model penilaian self and peer assesment di kalangan
mahasiswa Fakultas Teknik UNY”. Penelitian dilaksanakan dengan metode kuasi
eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara
kelompok eksperimen yang menggunakan model penilaian self and peer
assessment dengan kelompok kontrol yang menggunakan penilaian paper and
pencil test dalam ketaatan beribadah harian sesuai dengan tuntunan agama
Islam. Dalam laporan penelitian disarankan untuk membentuk kultur ahlak mulia
mahasiswa diperlukan waktu yang panjang melalui pembiasaan-pembiasaan. Karakter
pada orang dewasa seperti mahasiswa memang sudah memfosil atau sulit diubah
melalui strategi pembelajaran biasa. Namun demikian, dosen tetap memiliki
kewajiban untuk mengingatkan, menyuruh dan menyarankan mahasiswa supaya tidak
melakukan tindakan negatif. Pemantapan karakter sebagian juga menjadi tanggung jawab
dosen Penasehat Akademik.[11]
Pendidikan
karakter perlu memperhatikan tahap-tahap belajar pada ranah afektif. Bloom, membuat
lima tahap belajar ranah afektif yaitu penerimaan, pemberian tanggapan,
penghargaan, pengorganisasian dan internalisasi. Pada usia anak-anak, belajar
afektif dapat dilakukan sampai tahap ke tiga yaitu tahap penghargaan. Pada usia
remaja, belajar afektif dapat maju satu tahap lagi yaitu ke ranah
pengorganisasian. Sedangkan pada usia dewasa, belajar afektif sampai pada tahap
internalisasi. Proses belajar ranah afektif yang dapat membentuk karakter
kepribadian dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:
a) Penerimaan (receiving phenomena),
pada saat ini, anak-anak baru pertama kali menerima pesan/nasihat tentang
nilai-nilai baik dan buruk dalam perilaku manusia. Anak-anak akan berhasil
menjadi manusia yang berkarakter positif jika dia mau mendengarkan
pesan/nasihat tentang nilai-nilai dalam perilaku yang terkandung di dalamnya.
b) Pemberian respon/menanggapi (responding). Setelah
anak mendengar pesan/nasihat tentang nilai-nilai baik dan buruk, kemudian
memberi respon. Anak yang berpotensi memiliki karakter positif akan mematuhi
nilai-nilai yang baik seperti apa yang telah diterima pada tahap sebelumnya.
c) Penghargaan (valuing), setelah anak mematuhi
nilai-nilai positif dalam perilakunya, anak sudah mulai menerapkan nilai-nilai
baik tersebut dalam kehidupan sehari-harinya meskipun sudah tidak ada pihak
lain yang menyuruhnya.
d) Pengorganisasian (organization) terjadi jika anak
sudah terbiasa menerapkan nilai-nilai positif, maka dia akan dapat memutuskan
untuk memilih nilai yang baik-baik saja jika suatu saat dihadapkan pada
beberapa pilihan nilai yang berbeda-beda.
e) Internalisasi nilai (internalizing
value) yaitu terjadi ketika nilai-nilai telah menjadi filsafat hidup sehingga
orang tidak akan terpengaruh oleh faktor luar. Perilaku positif/negatif sudah
merasuk ke dalam diri, konsisten, dan dapat diprediksi sehingga sulit untuk
diubah.[12]
Langkah-langkah
pengajar dalam Mendidik Orang Dewasa
Langkah-langkah yang dilakukan pendidik
dalam menerapkan strategi pembelajaran partisipatif adalah:
1)
melakukan asesment kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi hambatan,
dan menetapkan prioritas yang akan digunakan untuk mengelola kegiatan pembelajaran.
2) Memilih
tema/pokok bahasan dan/atau tugas yang harus dilakukan dalam pembelajaran dan
menentuka indicator pencapaian tujuan pembelajaran.
3) Mengenai dan mengkaji
karakteristik peserta didik sebagai bahan masukan dalam menyusun rencana
pembelajaran
4)
Mengidentifikasi isi/materi atau bahan pelajaran/rincian tugas pembelajaran
5)
Merumuskan tujuan pembelajaran
6)
Merancang kegiatan pembelajaran, dengan memilih metode, media pembelajaran yang
digunakan secara tepat dan pengelolaan waktu.
7) Memilih
fasilitas pembelajaran dan sumber bahan yang mendukung proses pembelajaran.
8)
Mempersiapkan sistem evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran.
9) Mempersiapkan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran yang
dilakukan.
Menurut Tom Nesbit,
Linda Leach & Griff Foley bahwa ada enam prinsip dalam praktek pembelajaran
orang dewasa agar dapat diterapkan secara efektif, yaitu: 1) adanya partisipasi
secara sukarela, 2) adanya perasaan respek secara timbal balik, 3) Adanya
semangat berkolaborasi dan kooperasi, 4) adanya aksi dan refleksi, 5)
tersedianya kesempatan refleksi kritis dan 6) adanya iklim pembelajaran yang
kondusif untuk belajar secara mandiri. Prinsip tersebut sangat berkaitan dengan
karakteristik orang dewasa yang telah memiliki konsep diri dan pengalaman yang
cukup banyak. Konsep diri orang dewasa telah mandiri dan bergantung sepenuhnya
kepada orang lain dalam menentukan pilihan atau keputusan pemecahan masalah. Pengalaman
merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi orang dewasa. Setiap peserta
memiliki pengalaman yang bervariasi, tingkat pendidikan, kematangan dan
lingkungan yang berbeda pula. Untuk itu pembelajaran hendaknya memperhatikan
hal-hal sebagai berikut: 1) peserta sebagai sumber belajar, oleh karena itu
teknik pembelajaran yang diterapkan diorientasikan pada upaya penyerapan
pengalaman mereka melalui; diskusi kelompok, curah pendapat, bermain peran,
simulasi, curah pendapat, demonstrasi, focus broup discussion. 2) penekanan
pada aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep-konsep, dan pengalaman baru
dapat dijelaskan melalui pengalaman praktis yang pernah dialami peserta didik.
Hasil dari pembelajaran dapat dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupannya.
3) materi pembelajaran dirancang berdasarkan pengalaman dan kondisi peserta
didik.[13]
BAB III
Ksimpulan
Akan
pendidikan semua kalangan meraskan butuh tak terkecuali. Ada pepatah semakin
orang banyak mengetahui pengetahuan maka dia akan semakin merasa bodoh, sesuatu
yang menajubkan Manusia peroduk tuhan yang amat sempurna, semakin di isi
kepalanya maka akan semakin besar tempat itu untuk menampung sebuah
penegtahuan. Dalam hal demikian sudah tak heran banya seterategi untuk
menerapkan pendidikan di setiap kalangan daik pendidikan fisik baik nonfisik (Sufistik).
Seterategi
pembelajaran menjadi sebuah rancangan yang sangat diperhatikan oleh setiap
kalangan pendidikan, sebab hal demikian betapa maraknya sekarang dalam
kompetesi pendidikan demi tercipatnya manusia yang berkarakter serta memiliki
jiwa Nasionalisme. Dan menciptakan manusia yang mampuh berdiri di atas kaki
sendi dan menjungjung martabat bangsa.
Daftar
Pustaka
Ahmad
Suriansyah dkk., STRATEGI PEMBELAJARAN (Jakarta: Rajawali Pers 2014.),
Prof. Dr. H. Abiddin nata, M.A. Inovasi
Pendidikan Islam, (Salemba Diniyah, Jakarta: 2016)
WIDYA
WATI, KONSENTRASI PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2010
(Jurnal)
Al-Tadzkiyyah:
Jurnal Pendidikan Islam, Volume 6, Mei 2015 P. ISSN: 20869118 118, STRATEGI
PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Junaidah (Dosen Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan IAIN Rden Intan Lampung )
Sunhaji,
KONSEP PENDIDIKAN ORANG DEWASA, Doktor Ilmu Pendidikan,
Alumnus Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Pascasarjana dan Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto (Jurnal)
Endang
Mulyatiningsih FT UNY, Karang malang, Yogyakarta, ANALISIS MODEL-MODEL
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK USIA ANAK-ANAK, REMAJA DAN DEWASA, (Jurnal)
Dr. Sujarwo, M.Pd, STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWAS (PENDEKATAN
ANDRAGOGI) (Juranal)
KOMPETENSI
SUPERVISIAKADEMIK 03-B5, STRATEGI PEMBELAJARANDAN
PEMILIHANNYA DIREKTORAT, DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN
NASIONAL 2008 KOMPETENSI SUPERVISI AKADEMIK 03-B5 PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN
MENENGAH
[1] KOMPETENSI
SUPERVISIAKADEMIK 03-B5, STRATEGI
PEMBELAJARAN DAN PEMILIHANNYA DIREKTORAT, DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KOMPETENSI SUPERVISI AKADEMIK 03-B5
PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN MENENGAH
[2]
Ahmad
Suriansyah dkk., STRATEGI PEMBELAJARAN (Jakarta: Rajawali Pers 2014.),
Ed. 1, Cet. 1, p17-18
[3]
Ahmad
Suriansyah dkk., STRATEGI PEMBELAJARAN (Jakarta: Rajawali Pers 2014.),
Ed. 1, Cet. 1, p18-19
[4] WIDYA WATI, KONSENTRASI
PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2010
(Jurnal)
[5] KOMPETENSI
SUPERVISIAKADEMIK 03-B5, STRATEGI
PEMBELAJARAN DAN PEMILIHANNYA DIREKTORAT, DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2008 KOMPETENSI SUPERVISI AKADEMIK 03-B5
PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN MENENGAH
STRATEGI
PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM, Junaidah (Dosen Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan IAIN Rden Intan Lampung )
[8] Prof. Dr. H.
Abiddin nata, M.A. Inovasi Pendidikan Islam, (Salemba Diniyah, Jakarta:
2016) p.13
[9] Sunhaji,
KONSEP PENDIDIKAN ORANG DEWASA, Doktor Ilmu Pendidikan,
Alumnus Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Pascasarjana dan Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto (Jurnal)
[10] Sunhaji,
KONSEP PENDIDIKAN ORANG DEWASA, Doktor Ilmu Pendidikan,
Alumnus Universitas Sebelas Maret Surakarta Dosen Pascasarjana dan Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto (Jurnal)
[11] Endang
Mulyatiningsih FT UNY, Karang malang, Yogyakarta, ANALISIS MODEL-MODEL
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK USIA ANAK-ANAK, REMAJA DAN DEWASA, (Jurnal)
[12]
Endang
Mulyatiningsih FT UNY, Karang malang, Yogyakarta, ANALISIS MODEL-MODEL
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK USIA ANAK-ANAK, REMAJA DAN DEWASA, (Jurnal)
Komentar
Posting Komentar